Senin, 07 Februari 2011

Doa yang Harus Kujawab

Telah terkirim doa dari seorang pria tengah malam tadi. Lelaki kurus dan legam yang sangat ingin bisa nyetir mobil. Ia duduk diatas sajadah usang berbulu, yang renta. Kain hijau yang digunakannya pun tak bersih: tak seperti layaknya pendoa-pendoa yang biasa bermunajat kepada Ku dimalam hari yang sunyi.
Pria yang ingin sekali bisa nyetir ini, melelehkan butiran-butiran air jernih dari sudut bolamatanya yang berwarna putih kekuning-kuningan. Dalam sedu sedan ia luapkan semua himpitan bathinnya.
"Tuhan, apakah salah jika aku bisa nyetir? Terlalu berliku jalan yang Kau berikan pada hambaMu ini. Bukankah Kau pernah bersabda jika Engkau hanya akan memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan seseorang? Apakah janjiMu sudah tak bisa kupercaya lagi? Apakah ini harus jadi doa pertama dan terakhirku? Lalu siapa yang akan kupercaya lagi?"

Suara parau yang tak terdengar oleh orang lain itu kian melemah. Diteruskan oleh nada gumam ratap yang aneh. Suara yang tak lazim: seperti hamba-hambaKu yang lain mengirimkan doa.

"AAAAARRRRFF. Tuhaaan..RRR..GRR..Tuhannn," kakinya yang dalam posisi bersila digoyang-goyangkannya  keatas dan kebawah. Semakin keras. Lalu berhenti. "Tuhaaannn, apa jalan menuju ridhaMu dengan membiarkan anakku kelaparan? Apakah jalan yang Kau kehendaki dengan menjadikan isteriku buruh cuci dirumah orang-orang? Dan selamanya harus beginii..."
Hening. Dalam hening yang cukup lama itu, hatinya berkata : "Jika Kau tak mempermudah jalanKu, siapa lagi? Jika Kau telah menakdirkan aku menyerahkan diri esok pagi, apakah kebutuhan keluargaku akan Kau cukupi?"
 ========================================================================
Lelaki jagal ini memang baru malam ini mengirimkan doanya. Ia telah membunuh seorang jutawan karena butuh biaya untuk belajar nyetir dan membuat Surat Izin Mengemudi (SIM). Sebelum tengah malam tadi, ia tak pernah mengirim doa kepadaKu. Tak pernah meminta. Untuk memaki nasib dan ketidakadilan saja ia pergunakan hati dan mulutnya.
Doa tak dikenal itu datang dengan tiba-tiba. Aku sudah mengetahuinya sebelum ia memilih kata-kata harap itu. Dan Aku sudah paham reaksinya akan begitu. Ia menyesal mengikuti kata hatinya untuk membawa perubahan yang lebih baik buat keluarga tercinta.
=========================================================================
Beberapa malam yang lalu, seorang jutawan yang kerap mengirimkan doanya, meminta lagi kepadaKu. "Tuhan, berilah hamba rezeki berlimpah. Darimana pun asalnya. Jika ia didalam bumi, keluarkanlah. Jika masih menggantung dilangit, turunkanlah. Apabila rezeki itu haram, halalkan lah. Buka lah pintu rezeki dari empat penjuru mata angin dan selalu lah beri aku rezeki dari arah yang tak terduga."
Jutawan ini memang rajin mengirimkan doanya, sejak anaknya meninggal kala ikut sang isteri dulu. Saat perceraiannya dengan isteri tercinta, karena orang ketiga: tujuh tahun yang lalu.
Ia rajin berdoa, awalnya karena merasa bersalah kepada buah hatinya yang jatuh sakit lalu meninggal, karena menahan rindu kepadanya.

Sejak itu, ia selalu fokus mencari uang dan hanya memikirkan uang saja. Untuk menghilangkan rasa bersalahnya, waktunya dipergunakan hanya untuk bekerja dan berdoa ditengah malam. Segala sumber uang dicarinya. Dari yang hitam, abu-abu, juga yang halal. Tiga tahun terakhir: ia sudah bisa membuat penampungan anak yatim di perbatasan kota. Dibiayainya seluruh kebutuhan 27 anaknya tersebut. Kerjanya semakin menggila, karena kebutuhan semakin meningkat.

"Tuhan, tahun ini adalah tahun terbaik dalam hidupku," kata sang jutawan. "Mulai tahun depan akan lebih ringan bebanku. Yayasan besar akan mengurusi semua kebutuhan ini. Jadi aku bisa menghabiskan banyak waktu dan bisa menjadi bapak yang baik buat seluruh anak-anakku."
=========================================================================
Tapi sayangnya, tahun depan tak pernah menemui sang jutawan. Ia tewas ditangan pria yang sangat ingin belajar nyetir itu: dua hari yang lalu. Kala hujan lebat: sesaat hendak berdoa ditengah malam yang sejuk dan sepi itu.
Sang jutawan mendengar suara langkah kaki hendak masuk kekamarnya. Dibalut sarung dan kopiah, sang jutawan menoleh kebelakang. Benar. Sang pria yang ingin belajar nyetir dan membuat SIM itu, telah berdiri gemetaran membelakangi daun pintu kamar sang jutawan.

Pria itu bergetar hebat, tak pernah dibayangkan akan bertemu dengan sang jutawan empunya rumah. Ia tahu pria duda yang tinggal sendiri itu kerap keluar hingga dua atau tiga hari lamanya. Pengamatannya meleset hari ini. Perhitungan yang diambilnya salah total. Ia mengira rumah itu kosong malam itu.

Karena panik, bercampur takut yang hebat, belati yang dibawanya hanya untuk mencongkel dan menggertak saja, dihujamkannya kedada jutawan yang hendak berdiri dari duduknya. Berkali - kali. Hingga benar-benar sepi dan benar-benar merah.
=========================================================================
"Aku tahu semuanya akan berakhir begini...
Tapi pria yang hanya ingin belajar nyetir dan mendapat SIM itu, tak akan pernah tahu bagaimana Aku menyayanginya. Ia hanya berfikir memberikan penghidupan yang lebih layak kepada anak-isterinya. Ia mengikuti saran temannya, jika jadi supir: kesejahteraan akan jauh lebih baik daripada terus jadi jagal Sapi di Rumah Pemotongan Hewan. Temannya bilang, ia punya link boss-boss yang selalu butuh supir pribadi atau supir biro perjalanan."

Pria yang sangat ingin bisa nyetir itu telah empat bulan menyisihkan uang. Tapi tak pernah mendekati angka yang dibutuhkan untuk belajar nyetir dan membuat SIM. Selalu habis untuk kebutuhan-kebutuhan anak-isteri yang lebih mendesak. Hingga akhirnya ia berfikir mencuri saja sekali. Mencuri dengan aman. Untuk menggenapi uangnya, agar bisa nyetir.

Dipilihnya sang jutawan, tetangga yang agak jauh dari rumahnya dan rumahnya paling besar itu. Ia tahu rumah sang jutawan sering kosong dan sepi. Karena hanya dihuni satu orang itu saja. Ia tak pernah kenal secara personal dengan sang jutawan. Hanya tahu muka saja
=========================================================================
"Doa mereka tak pernah Kujawab...
Kini pria yang ingin memiliki SIM itu sudah menyerahkan diri ke Polisi. Ia ditahan dan menunggu sidang. Ia lebih tenang sekarang. Karena anaknya, walaupun tak yatim: tapi dimasukkan Pak RT ke program yang dicanangkan oleh almarhum sang jutawan. Biaya sekolah dan kebutuhan primer anaknya ditanggung oleh penampungan anak yatim milik almarhum. Isterinya juga dipercaya mengelola penampungan dan digaji layak. Karena orang-orang sekitarnya tahu bahwa isteri sang pria yang sangat ingin belajar nyetir itu, sangat jujur terhadap majikan-majikan pemilik cucian."
=========================================================================
"Aku selalu memberikan jalan keluar dengan logikaKu sendiri. Bukan dengan nalar manusia. Bukan dengan kalkulasi otak dan perhitungan-perhitungan terbaik menurut hamba-hambaKu. Aku selalu berada dalam semua siklus dan menggerakkannya tanpa mereka sadari bahwa semua itu adalah jalan yang sudah Kutentukan."
=========================================================================
"Aku sangat menyayangi pria yang menginginkan SIM dan sang jutawan itu. Kini sang jutawan bahagia dialamnya - melihat jerih payahnya membuahkan hasil dan selanjutnya, menunggu skenarioKu dengan tenang: dan pria yang ingin belajar nyetir itu, sudah ikhlas mengirimkan doa-doanya setiap malam. Ditemani butir airmata bathin yang tenang. Ia jauh lebih sejuk dan damai dibanding dirinya yang dulu. Isteri dan anaknya cukup 'berkecukupan' sekarang dan juga kerap mengirimkan doa kepadaKu. Aku sangat mencintai keluarga ini dan sang jutawan. Aku mencintai semua hamba-hambaKu dengan caraKu sendiri."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar