Senin, 30 Agustus 2010

Kembali ke Wilayah Nyaman

"Mendengar kata mudik, identik dengan kampung halaman dan keluarga inti plus sanak saudara. Dan kata tersebut, selalunya akrab dengan perayaan agama atau momen besar tertentu."

Budaya mudik jadi milik semua orang. Hampir diseluruh peringatan perayaan besar agama; mudik jadi rutinitas. Kebetulan momen [saat saya menulis] ini menjelang Idul Fitri, perayaan agung bagi ummat muslim yang telah menyelesaikan puasa sebulan lamanya.

Mudik seperti rutinitas sakral yang sekuat tenaga harus diperjuangkan. Jika tak ada halangan [waktu libur, finansial, kesehatan dan transportasi] : semua orang pasti akan mudik. Artinya, orang yang tak mudik, hanyalah orang yang tidak dalam kondisi ideal saja. Setuju?

Mudik disaat momen besar keagamaan, seperti pulang untuk menyusun puzzle di rumah dan kembali kewilayah nyaman. Menyusun kepingan diri yang mulai kocar - kacir karena asyik dengan diri sendiri dan rutinitas mencari nafkah selama ini. Pulang kerumah, seperti menyusun bentuk baru lagi dari diri kita yang sudah mulai berubah itu. Mencari bentuk yang lebih nyaman dan menenangkan.

Jika tak mudik, karena dalam kondisi tak ideal tadi// Dengan cara apa-pun, kita akan berusaha menghadirkan diri dalam suasana yang sebenarnya sangat kita rindukan itu. [kecuali jika kita tak ingin memiliki kenangan masa lalu]. Ayo mudik . . .

Kamis, 26 Agustus 2010

Persatuan Pecinta Koruptor

Koruptor dihukum mati? Waaah... Bisa berabe urusannya. Selain melanggar HAM untuk hidup, perbuatan itu juga akan menyengsarakan orang banyak. Secara langsung ataupun tidak. Gak percaya? Saya coba kaitkan rantai penghubungnya ya. Bismillah.

[Saya spesifikkan dulu bahasan koruptornya. Pada tulisan saya ini; condong kepada koruptor dikalangan orang - orang yang melubangi pundi duit pemerintah, bukan pihak private/ swasta]

Kematian koruptor mengakibatkan kesengsaraan orang banyak? Yup. Tak cuma pihak keluarga atau handai taulan saja yang akan berduka. Keluarga yang tak kasat mata pun turut tertunduk haru: karena akan mengurangi asupan kantong dan dompet mereka untuk selamanya. Pergi bersama Sang Pahlawan. Pahlawan?
Kenapa saya sebut begitu? Karena Ia telah berani berkorban untuk orang lain. Mempertaruhkan reputasi, martabat dan integritas diri.

Contoh konkritnya begini - Korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah (KD), Anggota Dewan (AD) atau Para Penegak Hukum (PPH) // Baru dengar ya istilah ini - Lha iya, baru saya buat kok -*-

Untuk modus/ latar belakang korupsi KD dan AD hampir sama. Selain berfikir mencari untung pribadi dari celah kelemahan sistem keuangan negara; mereka juga sudah me-mind sett dana yang akan dicolong juga harus dibagi kebanyak pihak. Intinya, agar duit pribadi tak terpakai untuk keperluan 'ummat'. Baik buat ummat yang sudah dipersiapkan atau ummat yang datang dari belahan alam gaib.

Ya misalnya untuk simpatisan yang super loyal, organisasi atau lembaga binaan yang bisa jadi corong, juga tokoh - tokoh publik yang bisa back up kebijakan atau pendapat. Baik untuk pencitraan atau keperluan lain. Poinnya, harus banyak duit lah. Untuk populer sekaligus memiliki citra positif dimata masyarakat, mutlak harus kerap menabur. Masyarakat tak mau tau sumbernya darimana.

Nah kalau kita bicara mendalam ke hal tekhnis, korupsi bisa saja terkesan seperti tidak korupsi. Maksudnya pengeluaran anggaran dibuat 'wajar'. Misal untuk pemberian bantuan kepada kelompok X atau kelompok Y, yang realitanya anggaran tersebut tidak direncanakan. Dicarilah dana dari alokasi lain (perjalanan dinas fiktif, bantuan sosial rekayasa, bantuan dari pos anggaran yang mudah disulap, dll). Kemudian dibuat seolah alokasi dana tersebut sesuai penggunaan, padahal untuk kelompok - kelompok tadi. Bermain dengan aman. KD dan AD lihai bermain seperti ini. "Menyuburkan kebun Mawar dengan mencuri pupuk di kebun Melati". Maaf kalau peribahasa ini janggal... sekali lagi, ini cuma idiom saya..ehmm.ehm.

Kembali ke bahasan menjadi KD dan AD yang populer sekaligus memiliki citra positif tadi/
Duit hasil korupsi inilah yang selanjutnya akan menjalin keterikatan emosi mereka yang terpilih dengan genk-nya secara berkelanjutan. Proposal dan bantuan akan jadi win win solution bagi semua pihak. Pihak dalam artian sepaham dan sejalan. Tidak untuk pihak yang heterogen diluar. Jika pun ikut mencicipi dana hasil permainan tersebut, jumlahnya tak akan seberapa. Jadi, kemenangan para KD dan para AD, seolah kemenangan kelompok. Bukan kemenangan masyarakat lokal secara mutlak. Sekali lagi, untuk populis dan beraura positif, harus banyak uang.

Bagaimana dengan para KD dan para AD yang tak menerapkan pola dan permainan seperti itu? Ya tidak populer. Citranya kurang mengakar di bawah. Dan akan banyak menemui kritikan, sandungan serta hujatan selama masa jabatannya. Itu pasti. Karena tak punya uang untuk menyenangkan banyak pihak. Disebut pelit dan tak mau balas budi.
[Beda dengan pola kepemimpinan tempoe doeloe. Duit bukanlah segalanya. Orang masih memiliki semangat kebersamaan, jiwa ikhlas, serta pengorbanan untuk kemajuan bersama yang tinggi]


Oh iya, satu lagi hampir ketinggalan...
Korupsi yang dilakukan oleh Para Penegak Hukum (PPH). Modus atau latar belakang korupsi jenis ini agak berbeda. Lebih banyak berfikir untuk memperkaya diri sendiri. Kalau buat orang lain pun, paling untuk atasan yang memiliki kekuasaan yang bisa mempengaruhi keadaan atau buat rekanan terdekat saja. Beda sekali dengan pola KD dan AD yang harus memikirkan banyak kepala. Tapi bagaimanapun PPH ini juga berjasa buat orang lain..kwkwkwkw.

PPH era ini menjadikan KD dan AD lumbung mereka. Begitu juga dengan pegawai - pegawai yang bekerja dibawah naungan negara secara langsung; juga jadi buruan yang wangi. Tak perlu saya jelaskan panjang lebar pola dan sistem mereka bermain, kalau ada kawan pengacara [putih] atau siapapun yang pernah berurusan dengan hukum, pasti lah lebih paham, seterang - terangnya.
Dari aparat penegak hukum yang menangkap, memperkarakan, mengadili hingga menahan sama saja. Tanya saja para pecinta - pecinta koruptor itu.... Ok deh, thanks ya udah ikut baca.

Jumat, 20 Agustus 2010

Enaknya Tinggal di Wilayah Perbatasan (dua)

Saya lanjutkan celoteh mengapa tinggal didaerah perbatasan itu enak...
Kemarin saya sudah menuliskan dua poin keunggulan orang perbatasan. Pertama, mudah cuci mata atau belanja ke luar negeri dan satunya lagi, memiliki efek keuntungan ekonomi yang tinggi bagi warga tempatan.

Di Tanjungpinang, produk-produk rumahan tak bisa kita pandang sebelah mata, karena dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding daerah lain di Indonesia. Itu dikarenakan mereka melakukan niaga atau transaksi dengan warga Malaysia dan Singapura. Mereka jadi pemasok kecil - kecilan ke negara tersebut. Secara berkala.
Misalnya: kue - kue kering buatan rumah, keripik tempe, bawang goreng atau hasil olahan laut yang dikeringkan. Untung yang didapat lumayan besar karena biaya produksinya ditanggung oleh Rupiah, tapi dibeli dengan Ringgit Malaysia. Apalagi Dollar Singapura. Woww

Selain keuntungan Ringgit atau Dollar tadi, orang perbatasan juga memiliki pengetahuan kuliner yang bagus. Contohnya Tanjungpinang, karena persinggungan dengan kedua negara yang cukup intens, pengetahuan tentang menu bisa lebih banyak dan petualangan kuliner sangat mengasyikkan. Terlepas ragam makanan atau masakan itu familiar atau tidak, setidaknya makanan - makanan negara tetangga tersebut dengan mudah ditemui dan dicicipi. Beda halnya dengan warga yang tinggal jauh dari perbatasan negara, mungkin agak sulit atau bahkan tak bisa samasekali menemukan menu tersebut di Indonesia.

Masakan Melayu, India, Thailand, Cina, citarasa Campa atau Bangla sangat popular dikedua negara itu. Bisa disantap kapan saja jika melancong kesana. Begitu juga sebaliknya, jika mereka mampir di Tanjungpinang, rasa penasaran mereka dengan kuliner Indonesia sangat tinggi. Ujungnya, masakan Tanjungpinang disebut 'makanan Indonesia'. Padahal mereka belum lagi menemui makanan aneh nan sedap dari belahan nusantara lainnya. Dapat ditebak, finalnya mereka merogoh kocek untuk meningkatkan ekonomi warga tempatan.

Lagi, keuntungan tinggal di Tanjungpinang.ehm..ehm. Kita bisa bekerja paruh waktu / mingguan di Malaysia atau Singapura dengan modal kecil. Di Restoran, rumah makan, dagang dan pekerjaan sejenis itu. Tak perlu ikut pelatihan, terdaftar di yayasan atau lembaga penyalur tenaga kerja. Tak perlu setoran atau menunggu jadwal keberangkatan khusus. Dengan modal passport saja, semua beres. Cari atau hunting boss sendiri. Bisa pulang sebulan sekali. Bahkan lebih.
Dulu dan beberapa tahun lepas, banyak orang Tanjungpinang dan sekitarnya bekerja dengan pola tersebut. Untungnya sangat menggiurkan. Karena pengaruh selisih nilai mata uang.Sekarang masih ada yang bekerja seperti itu, tapi banyak berkurang. Akibat pengawasan imigrasi Malaysia dan Singapura terus diperketat. Adalah suatu pelanggaran jika bekerja di sana tapi menggunakan passport biasa, walaupun kerja dibidang informal. Pihak imigrasinya akan curiga jika melihat orang Indonesia kerap bolak balik dalam waktu yang singkat - singkat. Tapi masih ada yang melakoninya hingga sekarang dan sudah sangat memahami seluk beluk orang dalam di Pelabuhan Malaysia dan Singapura.

Terimakasih sudah terlibat membaca, sekali lagi saya sampaikan: "Enak lho tinggal diperbatasan."

Selasa, 17 Agustus 2010

Enaknya Tinggal di Wilayah Perbatasan

Saya tinggal di daerah perbatasan. Tidak terlalu jauh dari Singapura dan Malaysia. Tanjungpinang nama kotanya. Masuk dalam wilayah Pulau Bintan. Kenapa saya bilang enak tinggal di daerah perbatasan? nanti akan saya jelaskan.

Kota Tanjungpinang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Nah, Tanjungpinang ini ibukota provinsinya. Walau Batam lebih maju, modern dan berkembang pesat, Tanjungpinang tetap dituakan dan dihargai sebagai 'kota lama' yang dianggap tepat untuk dijadikan kota induk untuk ibukota provinsi.

Jika hendak ke Singapura atau Malaysia, Tanjungpinang merupakan kota alternatif di Indonesia yang bisa dijadikan acuan. Tak makan waktu lama, kita akan menjejakkan kaki ke negeri tetangga itu. Ke Singapura cukup duduk kurang dari dua jam saja. Begitu juga ke Malaysia; turun di Johor tentunya.
Angkutan favorit dan yang paling utama untuk menuju ke dua negara itu adalah speed. Speed adalah sebutan orang Kepri untuk kapal cepat berbahan fiber, yang kira - kira bisa memuat penumpang dari kapasitas 50 sampai 200-an orang lebih.

Cukup introduksinya ya, sekarang saya jelaskan alasan mengapa tinggal diperbatasan itu menyenangkan...

Sebelum bercerita lebih jauh, saya bilang enak; karena saya tinggal didekat Singapura dan Malaysia. Bukan dengan negara konflik atau negara miskin yang doyan kudeta. Coba di kawasan Gazza atau negara di Afrika yang sering perang etnis tak berkesudahan. Tidak akan senyaman Tanjungpinang...ehm...ehm.

Liburan keluar negeri bukan cuma khayalan kalau kita tinggal di Tanjungpinang. Jalan - jalan ke Singapura dan Malaysia sudah seperti beli gorengan di perempatan terdekat [lebay ya.wkwkwkwkw]
Dengan modal Rp 500.000 kita sudah dapat ongkos PP untuk melancong ke negara - negara itu. Masih dapat kembalian lagi, walau cuma sedikit. Apalagi kalau berangkatnya dari Batam [buat yang turun di Bandara Hang Nadim Batam].

Tujuan main ke Singapura atau Malaysia tak cuma untuk cuci mata: shopping, nyari barang bagus untuk dijual lagi, cek kesehatan, bertemu teman atau kerabat juga merupakan agenda yang sudah biasa dijalani warga Tanjungpinang bila melancong kesana.

Itu dari sisi kepuasan batinnya. Ada lagi keuntungan ekonomisnya. Banyak malah. Yang saya sebutkan ini hanya transaksi ekonomi kelas bawah saja... Nah, pedagang - pedagang di Tanjungpinang, terutama yang didekat pasar akan lebih banyak order atau keuntungan jika bekerja lebih pada hari Sabtu, Minggu atau hari - hari libur nasional di Singapura dan Malaysia. Mereka akan menyerbu Tanjungpinang, seperti pasukan khusus yang menyerbu targetnya. Baik itu bergerombol lewat paker tour, atau sekumpulan keluarga/ teman saja. Dipastikan harga agak berbeda sedikit.Agak naik lah. Maklum nilai mata uang mereka sepertinya lebih tinggi daripada rupiah yang bagi kita sudah sangat menggiurkan itu.
Begitu juga dengan taxi, motel/ hotel dan rumah makan langganan mereka. Dapat lah tambah - tambah.

Itu baru dua dari banyak keuntungan tinggal diwilayah perbatasan. Mata saya sudah pegal baca tulisan yang mulai menumpuk ini, lain waktu saya akan berceloteh lagi apa enaknya tinggal di wilayah perbatasan. Cao...

Patriotisme dalam Puasa

Ramadhan 1431 Hijrah atau Tahun 2010 ini memiliki warna lain. Jika biasanya hanya diisi kekhusyukan ummat muslim menjalankan ibadah puasa, tahun ini ada moment ekstra. Ya, apalagi kalau bukan bulan Agustus itu sendiri. Serta satu peristiwa tambahan.

Ramadhan yang bertepatan dengan bulan Agustus kali ini, memiliki nuansa yang sedikit aneh. Lazimnya, Ramadhan dijalani dengan ketenangan [karena orang - orang mengurangi gerak motorik tubuh dan menahan keinginan mekanik lahir - bathin], tapi tidak kali ini: Ada energi yang menyentak - nyentak disela diam dan tenang itu.

Pertama, sebelum masuk Ramadhan hingga awal Ramadhan lalu, peringatan acara - acara HUT Republik Indonesia yang genap berumur 65 tahun hari ini: [17 Agustus 2010] tetap saja berlangsung meriah, kendati dalam kondisi berlapar dan berdahaga ria. [salut buat anak bangsa ini.]

Kedua, Ramadhan agak memanas tahun ini. Amarah putera - puteri Indonesia secara kumulatif membentuk grafik tensi yang semakin meninggi hampir secara serempak dan bergelombang. Karena dipicu oleh perlakuan yang tidak mengenakkan kepada negara yang sudah berumur kepala enam ini. Apakah tidak cukup tua untuk dihargai dan dihormati?
Malaysia, negeri serumpun kita itu kembali berulah. Teritorial Republik yang kaya dengan laut dan pulau ini, seakan jadi halaman belakang mereka saja. Halaman bermain dan untuk buang sampah.

Tiga pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) asal provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ditahan dan 'disandera' - dibawa ke Johor Bahru, Malaysia. Kapal Patroli DKP Kepri yang menangkap basah lima kapal nelayan Malaysia yang sedang mencuri ikan itu; dihadiahi tembakan peringatan oleh kapal Polis Diraja Malaysia agar melepaskan para nelayan berikut kapalnya. Aneh bin ajaib. Tembakan peringatan tersebut dilepaskan di wilayah perairan Indonesia, tepatnya di sekitar laut Pulau Bintan. Seperti mengusir pemilik rumah dari pintu belakang agar si empunya meninggalkan rumahnya lewat pintu depan.
Finalnya, skor berakhir 7 - 3. Tujuh untuk jumlah nelayan yang ditangkap. Tiga untuk abdi negara Indonesia yang dibawa ke Malaysia.


Media cetak, media elektronik, tokoh nasional, tokoh kampung, OKP, LSM, tua muda, miskin kaya, kompak bergerak membuat mexican wave. Meluapkan emosi dengan cara dan ritme yang berbeda. Tapi muaranya sama. Menuntut pemerintah lebih tegas terhadap Malaysia, negara serumpun yang kerap memandang rumpun sebelah ini dengan sebelah mata [atau tak dipandang sama sekali]


Ramadhan kali ini diliputi semangat patriotik yang galau. Ternyata lapar dan dahaga tidak memberi jalan dan ruang bagi rakyat Indonesia menjadi kerdil. Iman dan patriotisme adalah kombinasi yang mematikan. Semoga pemerintah juga tidak menjadi kerdil atas semua toleransi yang mengatasnamakan persahabatan antar-negara dan demokrasi dunia itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Selamat HUT RI ke-65. Kami masih bangga menjadi wargamu. Masih menyenangkan jadi orang Indonesia, kendati keadaan semakin sulit.
Terimakasih Pahlawan. Patriotisme itu akan selalu ada didada, walau kerap tak terucap...




[Tulisan ini hadiah untuk peringatan HUT kemerdekaan bangsa yang besar ini. Hanya ini yang dapat saya berikan. Dirgahayu Indonesia ke-65. Merdeka!!!]

Senin, 16 Agustus 2010

Matahari Kemerdekaan

Mendekati peringatan HUT RI ke-65 yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2010, Kapal Polis Diraja Malaysia malah memasuki perairan Indonesia, di Bintan tepatnya: dan parahnya, memberi tembakan peringatan kepada kapal patroli Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau yang menahan lima kapal nelayan milik warga Malaysia yang mencuri ikan dilaut Indonesia. Semoga kejadian yang meremehkan kedaulatan Indonesia dan mengusik anak bangsa itu, tak kan berulang.
Jayalah Indonesiaku!
Jayalah Negeriku!