Jumat, 20 Agustus 2010

Enaknya Tinggal di Wilayah Perbatasan (dua)

Saya lanjutkan celoteh mengapa tinggal didaerah perbatasan itu enak...
Kemarin saya sudah menuliskan dua poin keunggulan orang perbatasan. Pertama, mudah cuci mata atau belanja ke luar negeri dan satunya lagi, memiliki efek keuntungan ekonomi yang tinggi bagi warga tempatan.

Di Tanjungpinang, produk-produk rumahan tak bisa kita pandang sebelah mata, karena dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding daerah lain di Indonesia. Itu dikarenakan mereka melakukan niaga atau transaksi dengan warga Malaysia dan Singapura. Mereka jadi pemasok kecil - kecilan ke negara tersebut. Secara berkala.
Misalnya: kue - kue kering buatan rumah, keripik tempe, bawang goreng atau hasil olahan laut yang dikeringkan. Untung yang didapat lumayan besar karena biaya produksinya ditanggung oleh Rupiah, tapi dibeli dengan Ringgit Malaysia. Apalagi Dollar Singapura. Woww

Selain keuntungan Ringgit atau Dollar tadi, orang perbatasan juga memiliki pengetahuan kuliner yang bagus. Contohnya Tanjungpinang, karena persinggungan dengan kedua negara yang cukup intens, pengetahuan tentang menu bisa lebih banyak dan petualangan kuliner sangat mengasyikkan. Terlepas ragam makanan atau masakan itu familiar atau tidak, setidaknya makanan - makanan negara tetangga tersebut dengan mudah ditemui dan dicicipi. Beda halnya dengan warga yang tinggal jauh dari perbatasan negara, mungkin agak sulit atau bahkan tak bisa samasekali menemukan menu tersebut di Indonesia.

Masakan Melayu, India, Thailand, Cina, citarasa Campa atau Bangla sangat popular dikedua negara itu. Bisa disantap kapan saja jika melancong kesana. Begitu juga sebaliknya, jika mereka mampir di Tanjungpinang, rasa penasaran mereka dengan kuliner Indonesia sangat tinggi. Ujungnya, masakan Tanjungpinang disebut 'makanan Indonesia'. Padahal mereka belum lagi menemui makanan aneh nan sedap dari belahan nusantara lainnya. Dapat ditebak, finalnya mereka merogoh kocek untuk meningkatkan ekonomi warga tempatan.

Lagi, keuntungan tinggal di Tanjungpinang.ehm..ehm. Kita bisa bekerja paruh waktu / mingguan di Malaysia atau Singapura dengan modal kecil. Di Restoran, rumah makan, dagang dan pekerjaan sejenis itu. Tak perlu ikut pelatihan, terdaftar di yayasan atau lembaga penyalur tenaga kerja. Tak perlu setoran atau menunggu jadwal keberangkatan khusus. Dengan modal passport saja, semua beres. Cari atau hunting boss sendiri. Bisa pulang sebulan sekali. Bahkan lebih.
Dulu dan beberapa tahun lepas, banyak orang Tanjungpinang dan sekitarnya bekerja dengan pola tersebut. Untungnya sangat menggiurkan. Karena pengaruh selisih nilai mata uang.Sekarang masih ada yang bekerja seperti itu, tapi banyak berkurang. Akibat pengawasan imigrasi Malaysia dan Singapura terus diperketat. Adalah suatu pelanggaran jika bekerja di sana tapi menggunakan passport biasa, walaupun kerja dibidang informal. Pihak imigrasinya akan curiga jika melihat orang Indonesia kerap bolak balik dalam waktu yang singkat - singkat. Tapi masih ada yang melakoninya hingga sekarang dan sudah sangat memahami seluk beluk orang dalam di Pelabuhan Malaysia dan Singapura.

Terimakasih sudah terlibat membaca, sekali lagi saya sampaikan: "Enak lho tinggal diperbatasan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar