Senin, 30 Agustus 2010

Kembali ke Wilayah Nyaman

"Mendengar kata mudik, identik dengan kampung halaman dan keluarga inti plus sanak saudara. Dan kata tersebut, selalunya akrab dengan perayaan agama atau momen besar tertentu."

Budaya mudik jadi milik semua orang. Hampir diseluruh peringatan perayaan besar agama; mudik jadi rutinitas. Kebetulan momen [saat saya menulis] ini menjelang Idul Fitri, perayaan agung bagi ummat muslim yang telah menyelesaikan puasa sebulan lamanya.

Mudik seperti rutinitas sakral yang sekuat tenaga harus diperjuangkan. Jika tak ada halangan [waktu libur, finansial, kesehatan dan transportasi] : semua orang pasti akan mudik. Artinya, orang yang tak mudik, hanyalah orang yang tidak dalam kondisi ideal saja. Setuju?

Mudik disaat momen besar keagamaan, seperti pulang untuk menyusun puzzle di rumah dan kembali kewilayah nyaman. Menyusun kepingan diri yang mulai kocar - kacir karena asyik dengan diri sendiri dan rutinitas mencari nafkah selama ini. Pulang kerumah, seperti menyusun bentuk baru lagi dari diri kita yang sudah mulai berubah itu. Mencari bentuk yang lebih nyaman dan menenangkan.

Jika tak mudik, karena dalam kondisi tak ideal tadi// Dengan cara apa-pun, kita akan berusaha menghadirkan diri dalam suasana yang sebenarnya sangat kita rindukan itu. [kecuali jika kita tak ingin memiliki kenangan masa lalu]. Ayo mudik . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar